Hadith hati
burung….
Dari Abu Hurairoh radiyallahu’anhu dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Akan masuk surga suatu kaum, hati mereka
seperti hati burung” (HR. Muslim).
Maknanya adalah dalam merealisasikan tawakal.
Lantas seperti apa hati burung? Hal ini dijelaskan oleh
hadits dari sahabat Umar bin khotob radiyallahu’anhu, bahwasannya beliau
mendengar Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andaikan kalian
tawakal kepada Allah dengan sebenarnya, niscaya Allah akan memberi rizki kepada
kalian seperti memberi rizki kepada burung. Mereka pergi pagi hari dengan perut
kosong dan pulang sore hari dengan perut kenyang” (shahih Tirmidzi, beliau
berkata, ‘hadits hasan sohih)
Allah Ta’ala berfirman, “Hanya kepada Engkaulah kami beribadah
dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan” (Al-Fatihah : 5)
Hilangnya berbagai kebaikan, luputnya kita dari amal yang
besar, buruknya ibadah kita – karena tidak hadirnya rasa cinta, harap dan takut
– adalah karena masih jauhnya kita dari hakikat tawakal. Bahkan kegelisahan dan
ketakutan yang menimpa sebagian kaum muslimin adalah dikarenakan belum hadirnya
tawakal di dalam qalbunya.
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu
benar-benar orang yang beriman” (Al-Maidah : 23) “Dan barangsiapa yang
bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”
(At-Tholaq : 3)
“Akan masuk surga dari umatku tujuh puluh ribu orang tanpa
hisab….mereka adalah orang-orang yang tidak minta ruqyah, tidak menyandarkan
kesialan kepada burung dan sejenisnya, tidak berobat dengan besi panas dan
mereka bertawakal kepada Rabb mereka” (HR. Muslim)
“Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu
benar-benar orang-orang beriman” (Al-Maidah :3) dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Musa berkata, ‘wahai kaumku ! apabila kamu beriman kepada Allah, maka
bertawakallah kalian kepada-Nya jika kamu benar-benar orang muslim (berserah
diri)” (Yunus : 84)
“Sungguh kita tidak bisa terlepas dari-Nya sekejap mata pun.
Jika kita bersandar kepada diri sendiri, maka kita telah meyerahkan diri kita
kepada kelemahan yang rendah dan serba kurang, khilaf dan kesalahan. Dan jika
kita bersandar kepada orang lain maka kita telah mempercayakan diri kepada yang
sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk mendatangkan bahaya dan manfaat,
serta tidak mampu mematikan dan menghidupkan serta membangkitkan dan
mengumpulkan kembali”. Itulah nukilan dari perkataan Ibnul Qayim rahimahullah
didalam kitabnya alfawaid.
CINTA
Aku bertanya pada alam semesta tentang arti “CINTA”, lalu
satu demi satu mereka menjawab…
Bumi menjawab:
“CINTA adalah hamparan tempat tumbuh segala bahagia dan
harapan akan itu. Ia memang diinjak dan dihinakan, tetapi ia tak peduli. Pikir
Cinta hanya memberi, dan itu sajalah inginnya.”
Air menjawab:
“CINTA adalah hujan yang menumbuhkan benih-benih rasa
kesukaan, kerelaan akan keterikatan, kerinduan dan kesenduan, atau samudera
kasih yang luas sebagai naungan segala perasaan
Api menjawab:
“CINTA adalah panas yang membakar segala, ia memusnahkan
untuk dapat hidup dan menyala. Demi merasakannya, makhluk rela terbakar dalam
amarah dan kedurhakaan.”
Angin menjawab:
“CINTA adalah hembusan yang menebar sayang tanpa tahu
siapa tujuannya. Orang bilang ia buta, sebab itu inginnya. Ia tak terlihat,
tapi tanpanya segala raga akan hampa.”
Langit menjawab:
“CINTA adalah luasan tanpa batas. Luasnya tiada makhluk
yang tahu. Kecuali bahwa cinta itu bahagia yang biru, atau derita kelam yang
kelabu
Matahari menjawab:
“CINTA adalah hidup untuk memberi energi kehidupan dan
cahaya harapan. Ia tak akan lelah memberi sampai ia padam dan mati.”
Pohon menjawab:
“CINTA adalah akar yang menopang segalanya. Ia tulus
hingga tak perlu terlihat dan dikenal. Tapi ia terus memberi agar batang
bahagia tetap kokoh abadi, berbuah dan berbunga indah.”
Gunung menjawab:
“CINTA adalah rasa yang menjulang tinggi. Rasa itu
demikian tenang dan menyejukkan. Namun saat gundah, Ia akan meleburkan
sekelilingnya dengan lautan lava cemburu yang membara.”
Lalu, Aku bertanya pada CINTA:
“Wahai CINTA, apakah sebenarnya arti dirimu??”
CINTA menjawab:
“CINTA adalah engkau patuh terhadap-Nya, meski kau tak
melihat-Nya. Engkau tidak mencium-Nya atau meraba-Nya, tapi engkau patuh karena
engkau merasa akan hadir-Nya. Sebab CINTA bukan indera, tapi adalah rasa.”
“CINTA adalah engkau takut akan amarah-Nya, dan takut
jika Ia meninggalkanmu. Takut jika Ia tak menyukaimu lagi. Lalu engkau
mencari-cari alasan untuk selalu dekat dengannya, bahkan jika engkau harus menderita,
atau yang lebih mengerikan dari itu.”
“CINTA adalah engkau menyimpan segala harapan pada-Nya
dan tidak pada yang lain. Engkau tidak mendua dalam harapan, dan demikian
selamanya. Cinta adalah engkau setia menjadi budak-Nya, yang engkau hidup untuk-Nya
dan mati untuk kesukaan-Nya akan dirimu, hidup dan mati untuk Dia. Engkau
berusaha sekerasnya agar engkau diakui, hanya sebagai budak, sebagai hamba.”
“Diatas segalanya, CINTA adalah engkau merasa kasih
sayang yang tunggal yang tidak engkau berikan pada yang lain, selain pada-Nya.
Engkau rindu akan hadir-Nya dan melihat-Nya. Engkau suka apa yang Ia sukai dan
benci apa yang Ia benci, engkau merasakan segala ada pada-Nya dan segala atas
nama-Nya.”
Aku lantas bertanya pada CINTA:
“Bisakah aku merasakannya?”
Sambil berlaru CINTA menjawab:
“Selama engkau mengetahui hakikat penciptaanmu dan
bersyukur dengan apa yang Dia beri, maka itu semua akan kau rasakan, percayalah
padaku tambahnya….”
Aku pun Berteriak, “Wahai KAU SANG MAHA PECINTA terimalah
cintaku yang sederhana ini, izinkanlah aku merasakan cintaMu yang Maha Indah…”